“Bungo Lado”, antara Agama dan Tatanan Sosial. Catatan Film Karya Andri Maijar

by -

Semangatnews, Padang Panjang – “Berbagai tradisi-tradisi kebudayaan yang bersentuhan langsung dengan pola hidup masyarakat telah menjadi cirikhas masyarakat Indonesia. Aspek Sosial, Spritual, Nasionalisme, dan budaya setempat menyatu dan terpola secara sistematis. “Bungo Lado”, Merupakan salah satu penanda tersebut, bahwa masyarakat indonesia merupakan masyarakat yang mapan dalam tatanan sosial. Berbagai aspek dalam peningkatan kualitas hidup dan kebersamaan menjadi identitas masyarakat dalam memaknai kehidupan.”

Itulah sinopsis yang dibacakan MC beberapa saat sebelum film di tayangkan kepada penonton di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam ISI Padangpanjang (6/2/19) lalu. Film yang merupakan salah satu prasyarat oleh Andri Maijar untuk melaksanakan Ujian Pascasarjana minat penciptaan televisi dan film ini cukup mendapatkan tempat dihati penonton.

Karya film Dokumenter yang berdurasi 25 menit dengan judul “Bungo Lado” tersebut memceritakan tentang sebuah tradisi masyarakat Padang Pariaman yakni tradisi Bungo Lado dalam perayaan maulid nabi. Dalam tradisi tersebut, berbagai aspek dan nilai-nilai menjadi landasan masyarakat yang kemudian dikemas menjadi sebuah film yang cukup apik dalam subjektifitas masyarakat.

Tradisi bungo lado yang ada pada acara Maulid nabi di Padang Pariaman merupakan salah satu representasi masyarakat terhadap kebudayaan Islam bagi masyarakat. Bungo Lado atau yang berarti bunga cabai, merupakan pohon hias yang berdaunkan uang atau yang biasa disebut juga pohon uang. Ini merupakan salah satu euforia masyarakat dalam menyambut hari lahirnya nabi besar Muhammad SAW. Dalam pelaksanaanya, setiap kelompok masyarakat saling berlomba untuk menyumbangkan sebagian dari penghasilanya untuk disumbangkan dengan cara menghiaskan uang sumbangan tersebut ke sebuah ranting sebagai wujud kegembiraan.

Dari segi naratif, peristiwa demi peristiwa menjadi alur/plot yang disajikan secara linear. Tradisi bungo lado, digambarkan secara detail mulai dari prosesi pencarian ranting, pengumpulan uang di lapau (warung), arak-arakan dan pemajangan dibdepan mesjid.

Dalam film tersebut, pengkarya mencoba mendeskripsikan dan melihat tentang bagaimana sebuah tatanan sosial masyarakat tentang bagaimana pengikut tarekat syatariyyah meleburkan pemahaman agama dengan kebudayaan setempat yang kemudian menjadi sebuah tradisi dan tatanan sosial yang mapan, baik itu dari aspek sosial masyarakat, agama, dan rasa nasionalisme masyarakat.

Selain film “Bungo Lado”, juga ditayangkan dua film lain yakni film dokumenter “Hutan Adat” karya Elfit Fahriansyah, dan Film pendek fiksi “Kawa” karya Ella Angel. (Rel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.