Dekan FHUK Unand Dr.Busyra Azheri; Ada 7 Masalah dengan UU Cipta Kerja

by -

Dekan FHUK Unand Dr.Busyra Azheri; Ada 7 Masalah dengan UU Cipta Kerja

Semangatnews, Padang- Paska pengesahaan UU Omnibus Law oleh DPR RI lewat tengah malam tanggal 5 oktober 2020 telah memantik munculnya demo besar besaran di tanah air.

Pro dan kontra-pun muncul oleh kalangan intelektual dan pakar hukum dari berbagai perguruan tinggi. Sebanyak yang pro lebih banyak yang kontra yang mempersoalkan mulai dari proses pembuatan sampai pembahasan materi pasal demi pasal.

Dekan Fakultas Hukum Unand DR.Busyra Azheri,SH,MH menyebutkan, terlalu banyak persoalan kalau kita mau membahas UU Cipta Kerja ini.

Tatkala Semangatnews.com meminta tanggapan, Selasa 13/10 soal UU Omnibus Law, dekan Fhuk Unand ini menyebutkan ada 7 poin atau masalah yang harus dipertanyakan atau dibahas secara mendalam.

Pertama; dari Law Making Process : dimana pembentukannya banyak persoalan yang tidak sejalan dengan UU No. 12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2020 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menegaskan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus disertai dengan naskah akademik (NA), proses yang transparan dan memperhatikan aspirasi publik, sebut Busyra

Kedua; dari aspek substansi banyak hal yang tidak jelas, seperti masalah pendaftaran atau registrasi perusahaan tidak lagi dibedakan antara berbadan hukum atau tidak, bahkan kewajiban permodalan diabaikan.

Ketiga; Aspek pengadaan tanah, sepanjang mengatasnamakan kepentingan umum rakyat tidak boleh menolak. Jika tidak ada kesepakatan langsung digunakan lembaga konsinyasi.
Sehingga siap-siap saja kita nanti harga tanah tergantung maunya pemerintah, tukas dekan ini.
Tapi kalau kita mau jual beli harus mengikuti aturan pemerintah terkait harga pasar.

Poin keempat adalah; terkait ketentuan AMDAL, UPL/UKL dibatasi dari aspek dampak penting dari aktivitas usaha. Jika dianggap berdampak penting semua aspek izin lingkungan dihilangkan, sebut Busyra lewat Whatshap.

Poin kelima; Busyra menyigi tentang pengakuan terhadap HAM. Khususnya masyarakat adat tidak akan diberi ruang untuk tumbuh, termasuk ancaman terhadap aspek Hak Ulayat.

Persoalan ke enam adalah ketenagakerjaan.Aspek ini jelas jelas mengancam tenaga kerja lokal, sebut Busyra baik dalam bentuk pengakuan dan perlindungan hak-hak pekerja.
Hal ini telah memicu terjadi unjuk rasa di kalangan buruh seluruh Indonesia.

Poin ke tujuh Busyra menyebutkan hilangnya kewenangan kepala daerah untuk memberikan ijin usaha, kecuali untuk kelompok usaha kecil tertentu, seperti Ijin usaha tambang rakyat, dan yang lainnya.

Pada hal kalau dilihat dari segi alasan pembentukannya adalah masalah perijinan berusaha. Seyogyanya dibuat saja konsep omnibus law untuk ijin usaha. Karena akar persoalan dari investasi berada pada perijinan.

“Terkesan semua perijinan mengarah pada sentralistik. Dengan demikian konsep otonomi daerah hanya tinggal “jargon”.,tutup Dekan Fhuk Unand ini.
(zln)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.