Ilham Bintang: Wawancara Kursi Kosong Ala Najwa Karya Jurnalistik

by -

Ilham Bintang: Wawancara Kursi Kosong Ala Najwa Karya Jurnalistik

Semangatnews, Jakarta- Ketua Dewan Kehormatan PWI pusat Ilham Bintang dengan tegas menyatakan bahwa bila ada yang mempersoalkan “wawancara kursi kosong Najwa Sihab sumber hukumnya adalah UU Pers nomor 40 tahun 1999. Dan polisi sudah tepat menolak dengan menyarankan kepada Dewan Pers.

Hal ini dijelaskan Ilham Bintang dalam diskusi grup WA Warga PWI yang menggelinding sejak dua hari ini.

Sejumlah wartawan senior terlibat dalam diskusi yang sangat bernas, dengan argumen dan logika, jauh dari unsur like and dislike.

Ada wartawan senior Marah Sakti Siregar, Dhimam Abror Djuraid, Nas Jabbar, Sakti, Hers, Zacky Antony dan Zulnadi yang nyaris senada menilai bahwa apa yang dilakukan Nana, begitu panggilan Najwa adalah karya jurnalistik yang bila dipersoalkan acuannya UU Pers.

Najwa itu wartawan; sedangkan Mata Najwa adalah program news TV. Sumber hukumnya adalah UU Pers, bukan UU Penyiaran. UU Penyiaran sendiri mengakui, bahwa dalam konteks program berita atau news itu menjadi domain dari UU Pers.

Polisi menolak pengaduan pelapor Najwa, dan meminta laporan disampaikan ke Dewan Pers. Memang demikian aturannya, Dewan Pers lah alamat yang tepat untuk menilai sengketa berita, urai Ilham dalam diskusi tersebut.

“Sayangnya, Menkes sendiri belum pernah saya dengar keberatan terhadap Mata Najwa. Yang banyak mengadukan Najwa adalah pihak lain”, tukuk Ilham.

Karya jurnalistik adalah karya yang terukur. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia adalah parameter untuk menilai apakah Najwa melakukan pelanggaran pasal2 dalam KEJ.

Tanpa diminta, saya sudah memeriksa. Sebatas pengetahuan saya, tidak ada pelanggaran kode etik dalam program itu. Yang banyak dipakai orang untuk menilai Najwa, kebanyakan karena semata ketidak sukaan lantaran memandang Najwa arogan. Itu sah saja, sebut Ilham lagi.

Jurnalisme sebenarnya ilmu yang terus berkembang, termasuk platformnya. Mungkin kursi kosong adalah hal yang baru buat kebanyakan kita, tapi itu bukan kejahatan.

Mungkin itulah terobosan yang ditawarkan media baru.

Sisi lain Ilham menilai, Sumber tentu saja punya hak. Tetapi sumber pejabat publik hanya memiliki sedikit hak untuk menghindar dari kewajiban memberikan penjelasan.

Dia sudah mendapat gaji, fasilitas, sumber daya, dan anggaran dari uang rakyat untuk melaksanakan amanat di pundaknya.

Dalam konteks bencana kesehatan, jelaslah sumber yang paling kompeten adalah Menkes. Namun, dia pula yang berbulan- bulan bersembunyi.

Sementara pandemi ini sudah merenggut puluhan ribu nyawa, ratusan ribu tertular.

Wartawan mana pun, sesuai prinsip kerja jurnalistik, pasti menjadikan Menkes Terawan sebagai target untuk diwawancarai.

“Baca pasal 2 huruf h KEJ, wartawan dimungkinkan menempuh cara tertentu demi kepentingan publik,” ujar Ilham

Yang jelas Najwa tidak memaksa. Tapi dia menciptakan terobosan untuk tetap menyampaikan aspirasi publik lewat pertanyaan- pertanyaan kepada kursi kosong, sebut pemilik cek and ricek ini.

Menkes mengirim Dirjen, tapi urusan pandemi ini bukan tehnis belaka. Kita juga seringkali melakukan hal sama.

Misalnya, tidak hadir ke sebuah acara karena yang bicara hanya humas, bukan pengambil keputusan di suatu instansi.

Ilham Bintang menyambut hangat diskusi yang mencikaraui kerja jurnalistik yang adalah profesi kita. Ini yang abai selama ini, tutupnya.(zln).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.