In Memoriam: Mafri Amir yang Saya Kenal

by -

In Memoriam: Mafri Amir yang Saya Kenal

Oleh Wardas Tanjung

Tubuhnya pendek. Keningnya agak lebar. Rambut hitam sisir ke belakang. Perokok berat. Sehingga di bibirnya tampak jelas keperokokannya. Kalau ketawa selalu tampak giginya yang putih bersih.

Saya memgenalnya sekitar tahun 1981. Waktu itu saya masih tahun pertama di Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang. Uda Mafri adalah senior tingkat doktoral di Fakultas Syariah yang mempelonco maba (mahasiswa baru).

Selang beberapa bulan kemudian saya tahu ternyata beliau salah seorang wartawan di “Suara Kampus” IAIN bersama senior Uda Fachrul Rasyid. Saya tertarik jadi wartawan (juga). Maka mulailah saya belajar dari beliau berdua. Mulanya ikut pelatihan jurnalistik di kampus. Kemudian mecoba masuk ke Surat Kabar Singgalang. Alhamdulillah jadi. Sementara Uda Mafri berkiprah di SKH Semangat.

Dalam melakoni tugas sebagai wartawan, saya sering bersama beliau meliput berita di lapangan. Saya dapat tugas ngepos di DPRD Prop.Sumbar, Ktr Gubernur dan Perguruan Tinggi. Ketika ada pejabat pusat ke daerah, saya sering ditugasi meliput. Demikian juga Uda Mafri, sehingga kami sering bersama di lapangan.

Satu hal yang saya kenang dari almarhum, selalu mau berbagi info untuk melengkapi berita yang akan ditulis. Sebagai senior dan sekaligus guru jurnalistik, saya memang banyak belajar ke beliau. Apalagi kalau menulis laporan dari forum seminar dan diskusi ilmiah, beliau sering mengingatkan saya untuk menambah referensi, jangan memadai dari pemikiran yang berkembang di forum itu saja.

Setelah beliau hijrah dari IAIN IB ke IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya sangat jarang bertemu. Kecuali jika beliau ada tugas ke Padang. Uda Mafri selain dosen di Fak.Ushuluddin UIN Syarif, adalah juga salah seorang Staf pada Kantor Sekretariat Wapres bersama mantan Wako Padang H.Syahrul Ujud (semasa Wapres Jusuf Kalla).

Suatu kali, saya menjadi Imam shalat Jumat di Masjid Raya Ganting, rupanya ada rombongan dari Jakarta yang beliau ajak Jumatan di sana. Selesai shalat kami bertemu, beliau bertanya kenapa imam tidak memimpin doa bersama, padahal kekhususan shalat di MR Ganting adalah doa bersama itu. Saya tidak memberikan jawaban, krn sejak saya ditetapkan sebagai Imam Besar di sana taun 1997, berdoanya sudah sendiri sendiri.

Sekitar Juni 2018 saya menghubungi beliau untuk minta bantuan mencari tempat tinggal bagi anak saya Ghufron yang akan kuliah di UIN Syarif. “Datanglah ka Jkt, sobok wak,” katanya dari balik gagang telepon. Seminggu kemudian saya ke Jkt dan kami bertemu di rumah beliau di Pamulang, Tangsel. Saat pamit, beliau menitipkan satu seminar kit berlabel Sekretariat Wakil Presiden. “Untuk dibaca baca,” ucapnya. Kami janjian untuk bertemu kembali besoknya di kampus UIN, Ciputat.

Pada pertemuan hari kedua ini saya diajak keliling kampus dan mengantarkan saya ke sebuah rumah yang akan ditempati Ghufron. Rumah itu adalah milik seorang perantau asal Solok, yang kemudian menjadi tempat penampungan sementara mahasiswa baru asal Minang. “Silahkan Ghufron tinggal di sini sampai dapat tempat kos,” katanya.

Sudah lama kami tak bertemu, malah ketika beliau mengundang untuk acara syukuran menaiki rumah barunya di kompek PWI, Kuranji, saya tak sempat hadir karena sedang ada tugas ke luar kota. Tadi pagi dapat kabar duka dari grup WA PWI Sport bahwa Uda Mafri telah berpulang ke Rahmatullah. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun. Kami sekeluarga turut berdukacita yang dalam semoga Uda Mafri meninggal dalam keadaan husnul khatimah, diampuni segala dosa, diterima segala amal baik, diberikan kalapangan kubur dan diberi tempat terbaik oleh Allah SWT di syorgaNYA. Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.