Kadis LH Sumbar : Mesti Ada Kepercayaan Bila Sengketa Lingkungan Diselesaikan Diluar Pengadilan 

by -

Kadis LH Sumbar : Mesti Ada Kepercayaan Bila Sengketa Lingkungan Diselesaikan Diluar Pengadilan

Semangatnews, Padang – Beberapa waktu yang lalu terjadi kasus pencemaran lingkungan yaitu jebolnya IPAL dari PT. Bintara Tani Nusantara yang menyebabkan pencemaran lingkungan yang berujung kepada tuntutan masyarakat terhadap ganti rugi lingkungan. Butuh adanya kepercayaan saat adanya proses mediasi kesepakatan ganti rugi sedang dilakukan  oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat dan Permerintah Provinsi melalui Dinas Lingkungan hidup dengan menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan di luar Pengadilan. Jika tidak ada kepercayaan masind-masing pihak tentunya persoalan ini tidak akan dapat dituntas sebagaimana mestinya.

Hal ini diungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat Ir.Siti Aisyah,MSi kepada semangatnews diruang kerjanya, Senin ( 18/5/2020).

Kadis LH Sumbar menegaskan, ada banyak kasus yang disampaikan oleh masyarakat kepada Dinas Lingkungan Hidup. Setelah dilakukan verifikasi awal ternyata kasus tersebut bukan termasuk dalam kategori sengketa lingkungan hidup tetapi lebih kepada masalah perizinan (administrasi). Sengketa Lingkungan Hidup merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.

” Dalam penyelesaiannya, sengketa lingkungan hidup dilakukan melalui 2 (dua) mekanisme yaitu di luar pengadilan (out-court) dan melalui pengadilan (in-court). Mekanisme penyelesaian sengketa ini diatur dalam pasal 85 dan pasal 86 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan secara teknis dijabarkan Permen LH 4 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup,” Ujar Siti Aisyah.

Siti Aisyah juga mengukapkan, penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan salah satu upaya dalam musyawarah dan mufakat untuk mendapatkan kesepakatan Para Pihak yang mengakibatkan kerugian masyarakat karena terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang menjadi kewenangan gubernur apabila :

a. lokasi dan dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota;

b. tidak diselesaikan oleh bupati/walikota;

c. diserahkan oleh bupati/walikota kepada gubernur; dan/atau

d. dimohonkan oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa

“Para Pihak dapat menggunakan lembaga penyedia jasa mediator yang bersertifikasi. Apabila lembaga tersebut tidak tersedia maka Instansi Pemerintah dapat dimintai oleh salah satu Pihak atau Para Pihak untuk menjadi mediator/fasilitator . Dalam pelaksanaanya mediator/fasilitator dapat melibatkan tenaga ahli untuk membantu dalam perhitungan kerugian masyarakat untuk mencapai kesepakatan Para Pihak,” terangnya.

Aisyah juga katakan, penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dimaksudkan untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan (court congestion). Pada prakteknya beberapa kasus sengketa lingkungan hidup terutama  pencemaran lingkungan   akhirnya mengambang tidak tuntas diselesaikan bahkan setelah dilakukan mediasi oleh KLHK. Kenapa? Sebagian menjadi patah ditengah jalan ataupun menghasilkan kesepakatan untuk tidak sepakat. Apabila tidak ada kesepakatan terkait ganti rugi atau kompensasi, tentunya mekanisme lain yang harus ditempuh yaitu melalui pengadilan (litigasi).

“Beberapa faktor yang menyebabkan proses mediasi ini tidak berjalan mulus, diantaranya ketidakpercayaan terhadap instansi yang ditugaskan menjadi mediasi. Pemahaman yang tidak sama terhadap teknis mediasi juga bisa menimbulkan masalah. Salah satunya adalah dalam teknis mediasi, modiator biasanya tidak langsung mempertemukan pihak bersengketa “face to face” tetapi melalui diawali dengan pertemuan setengah kamar sehingga benar-benar tergali apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Pada kondisi tertentu pertemuan “face to face” kadangkala justru menyebabkan  tidak kondusif tetapi sebaliknya pertemuan setengah kamar, dapat pula disalahartikan keberpihakan. Olehkarena itu kejelian dalam membaca situasi serta transparansi dalam proses mediasi sangat diperlukan, selain kepercayaan dan niat baik para pihak juga merupakan hal yang penting,” ujarnya

Kadis LH Sumbar juga tekankan, persoalan lain juga yang menjadi hambatan adalah terkait dengan tahapan verifikasi lapangan dan pengambilan sample. Berbeda dengan kasus kerusakan lingkungan, maka bukti fisik kasus pencemaran lingkungan seringkali cepat hilang. Tidak dalam hitungan hari, tetapi dalam hitungan jam bisa saja bukti pencemaran tersebut hilang akibat turunnya hujan.

“Kondisi lokasi yang cendrung jauh dan sulit dijangkau juga merupakan salah satu hambatan. Kadang Tim baru bisa turun beberapa hari setelah kejadian. Hal ini sering kali dianggap sebagai persoalan besar padahal untuk melakukan perhitungan besaran ganti rugi ada beberapa pendekatan, sampel air bukan satu-satunya satu-satunya pendekatan yang digunakan dalam melakukan perhitungan nilai kerugian masyarakat dan nilai dampak,” ungkapnya.

Disamping itu, Siti Aisyah juga sampaikan, pembiayaan kajian dengan kaitannya obyetifitas hasil juga menjadi persoalan. Mediasi  tentunya akan mengutamakan penentuan nilai ganti rugi terhadap masyarakat diperoleh atas dasar kesepakatan antar pihak. Tetapi seringkali kesepakatan itu tidak tercapai, maka besaran nilai akan ditentukan berdasarkan kajian tim ahli.

“Idialnya bahwa Pemerintah yang membiayai pengkajian tersebut, tetapi alokasi dana untuk penyelesaian kasus tidak selalu tersedia apalagi kondisi darurat Covid 19 seperti saat ini. Sebagaimana diatur oleh UU 32 tahun 2009, dan Permen LH No. 4 tahun 2013, polutter pays principle (pencemar membayar),  memberi peluang bahwa biaya kajian dibebankan kepada pencemar. Obyektifitas tidak akan semerta-merta tergadai karenanya, semuanya sudah dijamin oleh UU, dari penunjukkan tenaga ahli, metode penelitaan hingga hasil harus  disepakati dan dilakukan secara transparan. Penting para pihak untuk memahami mekanisme penyelesaian singketa diluar pengadilan, agar waktu tidak terbuang secara sia-sia,” himbaunya. (hms-sumbar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.