Kinerja Manajemen Resiko Perhubungan Darat Sangat Buruk: Defiyan Cori/Ekonom Konstitusi
Tidak bisa dipungkiri, diera pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019 dan 2019-2024, sektor infrastruktur mendapat perhatian serius dan menjadi prioritas pembangunan nasional, baik itu pembangunan sarana prasana udara, laut, perkeretaapian maupun darat seperti bandara, pelabuhan, jalur kereta api, stasiun, dan pembangunan jalan raya Tol dan non Tol serta terminal bus modern (type A) diberbagai daerah. Pertanyaannya tentu saja, adalah seberapa efektif, efisien dan optimalkah kinerja pengelolaan pembangunan sektor perhubungan/transportasi darat selama ini dan bagaimana dengan dukungan kebijakan yang tersedia? Setidaknya ketentuan perhubungan/transportasi itu dapat dicermati dari dua (2) aspek utama dalam berlalu lintas, yaitu kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana serta aspek keamanan, kenyamanan dan keselamatan berlalu lintas.
Diantara wilayah lalu lintas yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dibawah pimpinan Menteri Budi Karya Sumadi, yaitu Direktorat Jenderal Udara (Ditjen Hubud), Laut (Ditjen Hubla), Perkeretaapian (Ditjen PKA) dan Darat (Ditjen Hubdar), maka Ditjen Hubdar yang masih bermasalah dengan kinerja dan menyimpan pekerjaan berat dibandingkan tiga (3) Ditjen lainnya. Berbeda dengan penilaian kinerja pengelolaan perhubungan/transportasi lalu lintas udara dan laut beserta modanya yang telah mengacu pada standar internasional. Setiap negara harus mengakomodasi atau ratifikasi berbagai ketentuan dalam menetapkan kebijakan didalam negeri bagi para operator. Tidak demikian halnya dengan perhubungan/transportasi darat yang berkinerja sangat buruk ditunjukkan oleh tingginya kecelakaan lalu lintas dan angkutan di jalan raya.
Mengacu pada data Korps Lalu Lintas (Korlantas) melalui Sub-Direktorat Kecelakaan (Subditlaka) tercatat, bahwa kecelakaan lalu lintas darat di Indonesia periode Januari-Desember 2023 semakin meningkat. Berdasarkan rekapitulasi data dari Intergated Road Safety Management System (IRSMS), yang pengawasannya dikelola secara terintegrasi tercatat kecelakaan lalu lintas jalan raya kendaraan bermotor pada tahun 2023 telah terjadi sejumlah 148.307 kali di seluruh Indonesia. Data ini menunjukkan peningkatan sekitar 0,06 persen dibandingkan angka tahun 2022 lalu yang berjumlah 140.248 kecelakaan atau bertambah sejumlah 8.159 kali. Jumlah korban jiwa meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2021 mencapai 25.266 jiwa, dan pada tahun 2022 korban meningkat menjadi 26.100 jiwa.
Apalagi sejumlah 7.180 kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia sejak 1-21 Agustus 2023 yang dicatat oleh Korlantas Polri mengakibatkan 782 orang meninggal, 9.053 orang luka ringan, dan 779 orang luka berat. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena sebanyak 42.080 orang yang terlibat kecelakaan ini bertindak sebagai pengemudi dan diantaranya sebanyak 6.004 orang adalah pengemudi masih berusia di bawah 17 tahun, atau kurang lebih 14,3 persen dari jumlah tersebut. Betapa mirisnya kinerja pengelolaan perhubungan darat dan lalu lintas jalan raya oleh Kemenhub dan Polri Indonesia terkait data kecelakaan tersebut! Akankah kecelakaan lalu lintas dan hilangnya nyawa manusia dalam perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain akan terus dibiarkan terjadi!?
*Optimalisasi Pengelolaan/Manajemen Terminal*
Kenaikan jumlah kecelakaan itu harus segera disikapi oleh pemerintah melalui kewenangan yang dimiliki oleh Kemenhub dan Polri serta pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Sebab, kinerja Ditjen Hubdar telah diatur melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Yangmana Pasal 1, ayat 1 dinyatakan: “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
Dukungan kebijakan lainnya, dijelaskan pada ayat 6, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung. Berkaitan dengan aspek pembinaan, terdapat pada Pasal 5-13 yang menyatakan, bahwa Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota). Secara teknis kewenangannya terdapat dalam Pasal 14-28, yang mengatur soal jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, termasuk persyaratan adanya rencana induk.
Artinya, Kemenhub melalu Ditjen Hubdar memiliki kewenangan penuh dalam mengatur sistem perhubungan/transportasi darat nasional agar keamanan, kenyamanan dan keselamatan berlalu lintas dapat disediakan. Sementara itu, wewenang Polri sesuai Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas ini berada dalam struktur Bareskrim Polri mengacu pada ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Seharusnya pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana perhubungan/transportasi darat ini juga harus beriringan dengan manajemen/pengelolaan modanya terhadap resiko berlalu lintas secara integratif. Pengelolaan resikonya tidak hanya dengan menjatuhkan sangsi atau hukuman pada para pelaku pelanggaran dalam berlalu lintas yang menimbulkan korban jiwa dihilirnya. Namun juga, sekaligus memperbaiki sistem perhubungan darat dihulu yang berstandarisasi seperti yang telah diterapkan secara konsisten dalam kebijakan sistem perhubungan/transportasi udara dan laut. Paling tidak, faktor manusia sebagai pengendara/pengemudi serta kelaikan dan kelayakan operasionnal kendaraan bermotor merupakan faktor kunci (key factor) dalam memenuhi standar keamanan, kenyamanan dan keselamatan berlalu lintas di jalan raya.
Atas meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya itu, sepatutnyalah Ditjen Hubdar mengambil contoh praktek terbaik (best practices) pengelolaan resiko yang diterapkan oleh moda transportasi udara dan laut terkait pilot, nakhoda dan modanya. Pengelolaan sumber daya manusia (SDM) khususnya pengemudi/sopir kewajiban pemeriksaan kesiapannya secara jasmani dan rohani harus dijadikan syarat utama sebelum diizinkan mengemudikan kendaraan. Dengan demikian, kesalahan akibat faktor manusia (human error) telah diantisipasi sejak dini untuk meminimalisir resiko kecelakaan di jalan raya. Para pengemudi juga harus memahami standar ketahanan fisik dalam melakukan perjalanan jarak jauh ditambah dukungan partisipasi penumpang sebagai konsumen.
Sedangkan untuk kendaraan bermotornya, maka fungsi KIR (asal kata dari Bahasa Belanda KEUR) harus diterapkan dengan tertib, teratur dan optimal dalam melakukan uji kelayakan secara teknis bagi pengemudi di jalan raya, khususnya untuk membawa angkutan penumpang dan barang. Pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Ditjen Hubdar Kemenhub dengan Polri harus jelas dan tegas terkait pengendalian dan penindakannya (apalagi Dirjen Hubdar dijabat perwira Polri) atau jangan sampai tumpang tindih ditengah kewenangan Polri yang sudah begitu luas. Alangkah baiknya Ditjen Hubdar dan Polri serta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya segera menindaklanjuti kebijakan ini agar kenyamanan, keamanan dan keselamatan perjalanan berlalu lintas ummat Islam menjelang puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dapat tercapai.
Oleh karena itu, mengoptimalkan peran dan fungsi Terminal Bus Modern bagi angkutan penumpang (Antar Kota Antar Provinsi/AKAP) yang telah banyak dibangun oleh pemerintah dibeberapa ibukota Provinsi (type A) bagi lokasi pemeriksaan pengemudi dan KIR kendaraan penumpang adalah salah satu penyelesaiannya. Pemeriksaan pengemudi dan KIR kendaraan di lokasi terdekat terminal atau tempat khusus di dalam terminal dapat secara ketat diawasi oleh petugas Ditjen Hubdar Kemenhub. Selain itu, pengawasan dan pengendalian antar wliayah tempuh perjalanan sebelum sampai ke tujuan dapat dipantau melalui pemanfaatan teknologi dan informasi. Jika lahan tidak tersedia luas, maka penggunaan teknologi/digitalisasi pemeriksaan kendaraan angkutan penumpang dan barang oleh Ditjen Hubdar Kemenhub dapat juga menjadi pilihan terbaik, efektif dan efisien!