LEGACY

by -

LEGACY
Dhimam Abror Djuraid

Semua pemimpin pasti ingin meninggalkan legacy, warisan, yang bakal dikenang jauh setelah dia pergi.

Para pemimpin dunia yang sudah pergi berpuluh atau beratus tahun yang lalu, sampai sekarang masih dikenang dan dirasakan legacy-nya.

George Washington meninggalkan legacy sebagai bapak kemerdekaan bangsa Amerika. Abraham Lincoln meninggalkan kenangan warisan sebagai bapak pembebas perbudakan, kendati untuk melakukannya ia harus berperang melawan bangsanya sendiri.

Winston Churchill di Inggris meninggalkan legacy kebebasan Eropa dari kekuasaan fasisme-nazisme, dengan keberaniannya berperang melawan Jerman dan Italia dalam Perang Dunia II 1940.

Legacy adalah kebijakan dan tindakan yang menghasilkan perubahan besar bagi bangsa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin meninggalkan legacy tidak semata-mata karena apa yang dilakukannya, tetapi juga karena apa yang tidak dilakukannya.

Presiden Amerika John F. Kennedy meninggalkan legacy karena keputusannya untuk tidak berperang melawan Kuba dalam insiden Teluk Babi, 1961. Keputusan Kennedy untuk tidak berperang ini menyelamatkan Amerika dan dunia dari kemungkinan perang nuklir.

Pemimpin-pemimpin yang meninggalkan legacy besar tidak selalu mengalami happy ending dalam karir politiknya. Abraham Lincoln tewas pada 14 April 1865, ditembak dari belakang oleh John Wilkes Booth saat menonton teater. Beberapa hari sebelumnya perang saudara Amerika resmi berakhir.

Kennedy tewas ditembak oleh Lee Harvey Oswald 22 November 1963 saat berada dalam konvoi kendaraan kepresidenan di Dallas. Dua hari kemudian Oswald mati ditembak oleh Jack Ruby. Kematian Kennedy menjadi misteri politik sampai sekarang.

Winston Churchill sang pahlawan perang justru kalah dalam pemilu ketika partai Konservatif yang dipimpinnya kalah dari Partai Buruh pimpinan Clement Atlee yang kemudian mengambil alih kursi perdana menteri. Chruchill tersingkir di puncak kejayaannya.

Para presiden Indonesia juga telah meninggalkan legacy masing-masing. Bung Karno adalah Bapak Bangsa yang meninggalkan legacy tak tergoyahkan sebagai sebagai Sang Proklamator . Pak Harto, dengan segala kontroversi, meninggalkan legacy sebagai Bapak Pembangunan.

Masa kepresidenan Habibie yang pendek melahirkan legacy sebagai peletak pondasi demokrasi Indonesia. Masa kepemimpinan Gus Dur juga pendek. Tetapi ia dikenang karena menghapuskan diskriminasi terhadap minoritas terutama kalangan Tionghwa.

Penerus Gus Dur, Megawati Soekarnoputri gigih berjuang melawan otoritarianisme Orde Baru. Ia menjadi satu-satunya presiden yang lahir dari perjuangan opisisi politik menentang rezim Orde Baru.

Susilo Bambang Yudhoyo genap 10 tahun memerintah dan menjadi satu-satunya presiden yang menyelesaikan tugasnya secara paripurna dan damai. Belum ada satu pun presiden yang menyelesaikan tugasnya secara genap dan damai. Untuk sikapnya yang demokratis itu legacy SBY diabadikan.

Jokowi tentu juga ingin melakukan hal yang sama. Warisan untuk anak mbarep dan menantu sudah disiapkan. Tinggal sekarang ia berpikir untuk meninggalkan legacy bagi bangsa Indonesia.

Jokowi sudah tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang lahir dari kalangan rakyat jelata non-elite. Ia menapaki karir dari bawah, sejak jadi pengusaha mebel, menjadi walikota Solo dua periode, lalu melesat meteorik menjadi gubernur DKI dan presiden Republik Indonesia.

Ia akan dikenang untuk itu. Tetapi ia ingin lebih dari itu. Maka beberapa gagasan besar ia wujudkan. Ia membangun infrastruktur dan ingin mereformasi birokrasi yang super-ruwet.

Latar belakangnya sebagai pengusaha membuatnya fokus pada masalah-masalah pembangunan ekonomi. Ia merasakan betapa susahnya mengurus perizinan bisnis di Indonesia. Biaya ekonomi siluman uang besar untuk pengurusan perizinan membuat ekonomi Indonesia tidak kompetitif.

Ketahanan ekonomi dan ketahanan pangan menjadi prioritas legacynya.
Jenderal Luhut ditugasi menanam investasi asing, Jenderal Prabowo ditugasi menanam padi dan singkong.

Birokrasi yang bertumpuk-tumpuk itulah yang ia coba pangkas dengan senjata pamungkas Omnibus Law. Ini undang-undang sapujagat borongan yang isinya akan menyederhanakan semua keruwetan birokrasi itu.

Omnibus atau bus omni, alat angkut transportasi yang dioperasikan di Paris di awal abad ke-19. Bus besar yang bisa mengangkut apa saja jadi satu di dalamnya.

Omnibus menjadi alat transportasi yang terkenal dan ditiru di seluruh dunia, dan bahkan omnibus menjadi istilah yang dipakai untuk apa saja yang punya daya tampung serbaguna.

Kalau Anda makan apa saja tanpa pantangan, dan perut Anda bisa dimasuki apa saja, maka perut Anda termasuk jenis perut omnibus. Kalau sebuah undang-undang bisa menampung dan meringkas 81 undang-undang menjadi satu, maka disebut sebagai Omnibus Law seperti sekarang ini.

Kalau sebuah rezim menampung semua parpol menjadi satu dan mengangkut hampir 90 persen kekuatan parlemen, maka rezim itu patut disebut sebagai “Rezim Omnibus”. Rezim Jokowi sekarang ini adalah Rezim Omnibus yang ingin melahirkan Undang-Undang Omnibus.

Tujuan bus ini, mungkin, baik, ingin menciptakan lapangan kerja dengan menyederhanakan perizinan investasi. Tapi jadwal trayek bus ini tidak tepat. Prosesnya tidak terawang, terkesan banyak patgulipat dan kongkalikong, sehingga ada pasal-pasal yang diduga titipan kepentigan.

Masyarakat baru saja ribut soal PKI. Orang masih ribut soal pilkada di tengah pandemi, orang masih pada bingung karena pandemi yang tak kunjung usai, masyarakat masih dibayangi kekhawatiran oleh resesi.

Tiba-tiba di tengah malam muncul Omnibus Law. Layaknya puntung rokok di rumput kering, kebakaran cepat merantak kemana-mana. Kerusuhan skala omnibus pun pecah dan banyak penumpang gelap yang menungganginya.

Jokowi adalah sopir utama Omnibus Law. Ia akan mempertahankannya mati-matian. Jokowi adalah pemimpin dengan gaya “father knows best” percayakan ke babe. Ia populis tapi otoritarian, sejenis Soeharto kecil.

Omnibus Law akan menjadi legacy besar Jokowi.
Tapi, dalam sejarah tidak semua legacy besar membawa happy ending bagi penggagasnya. Hukum besi ini berlaku juga bagi Jokowi.

Tantangan terbesar adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa Omnibus Law ini adalah “Undang-Undang Ciptaker”, cipta kerja yang membawa sejahtera, bukan undang-undang cipta lapangan kerja, “Cilaka”, yang membawa celaka politik.

Seperti yang ditegaskan Menko Polhukam Mahfud MD, Omnibus Law ini akan menjadi legacy yang menyejahterakan rakyat. Bukan legacy yang “menyengsrengsarakan” rakyat. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.