Mengunjungi Seniman Seni Rupa “Urang Awak” di Yogyakarta dan Bandung Amrizal Salayan, Karya Seni Merupakan Cerminan Atau Tanda Siapa Senimannya

by -
Menurut Amrizal Salayan, pematung yang juga pelukis ini menyebutkan dikaitkan dengan tanda sebagaimana dijelaskan tadi, mengingatkan saya akan pada ungkapan sastra di Minangkabau berupa : "."Alam takambang jadi guru, bumi dan langit ada di dalamnya

Catatan : Muharyadi (Laporan Keenam)

Seni bagi seniman muslim merupakan sarana jalan tengah, menuju pemahaman yang tak terpahami. Karya seni adalah cerminan atau tanda siapa senimannya. Hal itu sebagaimana tersirat dalam satu ayat Al Qur’an terutama berkaitan dengan tanda-tanda akan kebesaran-NYA atas diri manusia.

Hal itu terungkap ketika saya memulai diskusi ringan dengan seniman patung senior “orang awak” Amrizal Salayan (62 th) kelahiran Bukitttinggi, Sumatera Barat, 8 Oktober 1958 saat bertandang ke studio patung miliknya di jalan Ligar Utara 2, Nomor 68 – Awiligar Raya, Kelurahan Cibeunying – Kabupaten Bandung, baru-baru ini.

Lama saya berpikir, bahkan sering menjadi bahan pertanyaan, sampaikan akhirnya ditemukan dalil dari hadis bahwa, barang siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.

Dengan demikian alam, manusia, makhluk hidup dan seluruh peristiwa adalah tanda. Tanda dari penciptanya, ujar Amrizal Salayan yang telah lama merantau, menetap dan berkarya di Bandung memberi ilustrasi.

Menurut Amrizal Salayan, pematung yang juga pelukis ini menyebutkan dikaitkan dengan tanda sebagaimana dijelaskan tadi, mengingatkan saya akan pada ungkapan sastra di Minangkabau berupa : “.“Alam takambang jadi guru, bumi dan langit ada di dalamnya

Kalau terus kita pikirkan peristiwa alam semesta ini, maka kita akan memahami penciptanya. dan eksistensi diri yang sesungguhnya. Melihat alam tampak diri, melihat diri tampak Tuhan. Melihat Tuhan tak tampak yang lain, tutur Amrizal Salayan.

Menyaksikan karya-karya seni rupa seperti seni patung dan seni lukis yang dikerjakan, Amrizal Salayan seniman lulusan SSRI (SMSR/SMKN 4) Padang (1978), Departemen Seni Rupa dan Desain ITB Bandung (1988) dan Master Seni Rupa ITB tahun 2004 yang kini juga berstatus pengajar dan seniman seni rupa itu, kita dapat menelusuri kegigihannya mengikuti pendidikan dan juga berkarya seni rupa dua dan tiga dimensi.

Kegigihan itu bukan tak beralasan, saat ia berstatus sebagai mahasiswa jurusan seni rupa FKSS (sekaran FBS) UNP Padang tahun 1979  semester dua, Amrizal Salayan nekad merantau ke Bandung untuk mencari pengalam hidup baru serta mencari tantangan menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi.

Saya pun mencoba ikut ujian saringan masuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Diluar dugaan, akhirnya saya lolos dan diterima di ITB Bandung tahun 1980. “Senangnya bukan kepalang, tapi bingungnya juga gak kepalang,”. Pasalnya saat saya tak dibekali uang untuk mendaftar ulang di kampus bergengsi itu.

Saya sangat bingung dan pasrah seraya berusaha mencari jalan keluar. Usaha dan kerja keras itu akhirnya berbuah manis yang akhirnya ada solusi agar saya bisa masuk kuliah di ITB Bandung, ujar Amrizal tersenyum.

Terlepas dari suka dukanya mengikuti pendidikan di ITB Bandung, saya kaget ketika Amrizal Salayan mengajak ke studionya berdampingan dengan kediaman di atas tanah seluas 1000 meter persegi itu, terlihat karya-karyanya semasa di SSRI Negeri Padang sejak kelas I hingga kelas IV masih tersusun dan terawat rapi terutama lukisan-lukisan cat air yang dikerjakan dengan telaten dan penuh pesona hingga menghipnotis mata.

Karya-karya tersebut diberi lapisan plastik kaca dan bingkai yang menarik hingga ia tampak seperti baru siap dikerjakan. Ada puluhan karya-karya terbaiknya semasa masih bersekolah di SSRI Negeri Padang (1974-1978) berobyekan beragam pemandangan alam, sosok manusia dan lainnya yang rata-rata memakai medium cat air.

Ia memang seorang pekerja keras dalam seni rupa di Indonesia yang ditunjukkannya melalui proses berkaryam terutama karya  tiga dimensi berupa seni patung dari banyak medium yang digunakan.

Sejumlah karya-karya patung monumental yang ada prototypenya berukuran tinggi puluhan meter dengan objek sejumlah tokoh-tokoh ternama, terlihat berdiri kokoh dan indah di beberapa  lokasi dekat studionya.

Bahkan salah satu prototype masterpiece berupa karya monumentalnya berjudul  “Ia Ada dengan Ketiadaannya“, aluminium, 2013 yang patung aslinya terletak di halaman Gallery Lawangwangi Creative Speace Bandung terlihat sangat menarik dengan sosok-sosok manusia berjejer berpangku tangan yang dalam jejeran manusia berdiri yang satu persatu hingga terakhir terlihat kosong di dalam tubuh manusia itu.

Yang melatarbelakangi karya ini karena hal yang paling urgen diperjuangkan manusia selama menjalani kehidupan dunia dengan segala aktivitasnya adalah menyongsong kematian. Saya merenungkan betapa seluruh perjalanan kehidupan dengan segala perjuangan, kegigihan, penderitaan, kebahagian semua akan berujung pada kematian. Eksistensi manusia itu ada, karena ia diadakan (ciptaan-Nya), ujar Amrizal Salayan.

Pada akhir kesempatan bincang-bincang dengan Amrizal Salayan di kediaman dan studionya itu, ia berobsesi menjadikan studio seninya ini sebagai sebuah gallery refresentatif, kalau dapat dijadikan museum. Mengingat karya-karya yang saya hasilkan selama lebih 40 tahun semua lengkap dengan dokumen-dokumen yang tersusun rapi.

Di lokasi kediaman saya ini juga sering diadakan diskusi bagi teman-teman seniman, mahasiswa bahkan juga arena latihan silat tradisi Minangkabau yang pesertanya merupakan anak-anak muda perantau yang ada di Bandung bahkan penduduk sekitar, ujar Amrizal Salayan. (Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.