Mengunjungi Seniman Seni Rupa “Urang Awak” di Yogyakarta dan Bandung Rumah Kaligrafi Sang Maestro “Syaiful Adnan” di Yogyakarta Kini dilirik Publik Hingga ke Timur Tengah

by -

Catatan : Muharyadi (Bagian Ketiga)

Mengunjungi satu persatu seniman seni rupa “urang awak” yang jumlahnya mencapai ratusan di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk kemudian menelusuri sejumlah karya-karya hasil pergulatan kreativitas yang dihasilkan, tak bisa dilihat dan diamati secara sepintas. Karena dibutuhkan proses pengamatan dan penghayatan dalam kerangka ruang dan waktu yang cukup untuk itu.

Artinya, nengamati dan menghayati seni lukis atau seni murni secara rinci dalam ranah isian dan obyek karya serta tema yang diangkat pada suatu karya baik di studio atau ruang  pameran, tak mungkin dilihat sambil lalu tanpa melihat secara totalitas dalam teks dan konteks karya.

Hal itu pulalah yang kita temui saat mengunjungi sejumlah studio seni rupa “urang awak” di Yogyakarta, salah satunya saat memasuki ruang pajang karya seni lukis kaligrafi Islam di rumah Kaligrafi Islam, Jalan Ngasem No. 40 Yogyakarta yang berisikan puluhan karya-karya seni lukis kaligrafi sang maestro Syaiful Adnan yang telah berusia lebih setahun lampau.

Di rumah seni lukis Kaligrafi Islam Syaiful Adnan ini pula publik lebih leluasa untuk mengapresiasi karya-karya sang maestro dengan beragam format dan ukuran secara leluasa. Betapa tidak bangunan rumah kaligrafi Islam itu berukuran sedang itu dahulunya merupakan rumah makan “Andalas” milik Syaiful Adnan yang kini beralih fungsi menjadi rumah kaligrafi yang di tata apik dan fleksibel dan penempatan lay out karya-karya sang maestro.

Sebagaimana telah sering kita tulis dalam berbagai kesempatan perihal seni lukis kaligrafi Islam, misalnya tak seperti dunia seni lukis moderen, jumlah pelukis kaligrafi Islam dalam peta seni rupa di Indonesia yang tetap eksis berkarya, berpameran dan berkarya lagi dapat dihitung dengan  jari. Satu diantaranya adalah Syaiful Adnan (63 th) pelukis urang awak yang kini bermukim dan berkarya di Yogyakarta sejak puluhan tahun silam.

Kecuali AD Pirous, kini dosen seni rupa paling senior di ITB Bandung, pelukis kaligrafi Islam lainnya yang karya-karyanya berada pada papan atas kaligrafi Islam tanah air tercatat nama Prof. Dr. Ahmad Sadali, Fadjar Siddik, Amang Rahmang dan Amri Yahya, kesemuanya kini telah tiada.

Kelangkaan pelukis kaligrafi Islam di tanah air itu, menjadikan nama Syaiful Adnan tercatat sebagai salah satu pelukis yang masih tetap eksis dan bertahan menekuni kepelukisan kaligrafi Islam di tanah air bahkan ke sejumlah negara belahan dunia berpenduduk muslim.

Keterbatasan jumlah pelukis kaligrafi Islam di tanah air, tidak lantas membuat pelukis Syaiful Adnan berhenti berkarya, pameran dan berkarya lagi. Banyak iven-iven nasional bahkan internasional guna menampilkan lukisan hasil penjelajahan kreativitasnya dalam seni lukis kaligrafi Islam diikutinya.

Menurut Syaiful Adnan alumni jurusan seni lukis SSRI/SMSR (SMKN 4) Padang (1975) kelahiran Saningbakar Solok, 5 Juli 1957 itu menyebutkan, dalam pertumbuhan dan perkembangan seni lukis moderen di tanah air, seni lukis kaligrafi Islam diakui tidak sedahsat seni lukis secara umum. Karena selain pelukisnya harus memahami dunia seni lukis baik secara fisik, non fisik juga harus di back up penguasaan isi Al-Qur’an serta makna-makna yang terkandung di dalamnya kemudian mampu menulis khat seperti gaya Thuluth, Naski, Muhaqqaq, Raihani, Riqai, Taqwi atau Magribi yang masing-masingnya memiliki karakter.

Menurut Syaiful melukis bagi dirinya lebih didasari kesadaran kulturalnya dengan menempatkan kaligrafi sebagai pilihan guna merefresentasikan memori pribadi dan memori kolektif yang menyenangi dan mendalami kaligrafi sebagai pilihan kerja lukis melukis dalam bahasa rupa ranah estetis artistik didasari pemahaman kuat terhadap aspek-aspek elementer berupa garis, warna, bidang, ruang, komposisi dan lainnya dengan mengolah ayat-ayat suci Al-Qur’an menjadi tampilan baru karya seni lukis.

Mengetengahkan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai tema sentral sebagai bentuk refresentasi atas tauhidiah (keyakinan tentang keesaan Allah) dan zikir sebagai konsekwensi dari tauhid. Hal yang terpenting, lukisan-lukisan juga merupakan ekspresi zikir visual, membaca dan mewujudkan terus menerus tentang ayat-ayat Allah, ujar Syaiful Adnan seraya memperlihatkan sejumlah lukisannya.

Keesaan Allah SWT, jelas Syaiful lagi,  dapat dipahami melalui rangkaian ayat-ayat suci Al-Qur’an yang memuat tentang segala kemahabesaran, kemahaagungan, kemahaindahan dan lain sebagainya.

Dikoleksi Kepala-kepala Negara Dunia

 Selama kariernya sebagai pelukis, Syaiful Adnan yang semasa di SSRI/SMSR (SMKN4) Padang kemudian beberapa semester di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta termasuk salah satu pelukis cukup kuat dalam penggayaan kecendrungan realis dan naturalis. Peralihan ke kaligrafi Islam sebagai profesi kerja lukis-melukis mulai ia dalami jelang menyelesaikan kuliahnya di kota gudeg itu, persisnya ketika Syaiful mengikuti pameran perdana kaligtafi Islam pada MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an) Nasional di Semarang, Jawa Tengah tahun 1979 silam. Sejak itu pula nama dan karya-karya Syaiful Adnan terus meroket di tanah air bahkan kesejumlah negara berpenduduk muslim lainnya.

 Ketika ditanya apa yang melatar belakanginya menekuni seni kaligrafi Islam sebagai pilihan kerja lukis-melukis, menurut Syaiful melukis baginya tidak semata menggeluti masalah esetetik dan artistik, melainkan juga memiliki perspektif lain yakni, memberikan sesuatu pesan guna memberikan motivasi kepada penikmat sekaligus meneruskan adat kebiasaan untuk menciptakan dan meneruskan makna kehidupan masyarakat dalam bentuk imajinatif yang memuat persoalan ”estetis”, ”artistik” hingga ke persoalan ”etis”.

Dari sini, kata Syaiful lagi terdapat 3 (tiga) faktor yang melatarbelakangi saya melukis kaligrafi Islam yakni meliputi ;

(1). Aspek bentuk lukisan kaligrafi Islam yang memiliki konotasi tersurat (psiko plastis) karena kaligrafi Islam memiliki potensi artistik yang tinggi dan memiliki banyak kemungkinan-kemungkinan dengan fleksibilitas variasi dan nuansa yang didalamnya berisi karakter lembut, luwes, tenang bahkan terkadang berkesan lugas, tajam bahkan menyentak, namun karakter tersebut harus tetap berada dalam kesatuan dan keharmonisan yang utuh seperti karakter Islam.

(2). Aspek tersirat (ideo plastis) baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kaligrafi dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW seperti tersirat dalam wahyu pertama Surat Al-Alaq (3-5) yang artinya ; ”Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah” dengan mengajar apa yang tidak diketahui manusia melalui perantara kalam seperti tercermin pada Surat Al-Qalam 1, ”Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis” dan

(3). Melukis kaligrafi Islam merupakan penyampaian ”dakwah” Islamiyah dengan menyentuh kalbu manusia sesuai fitrahnya supaya menjalani kehidupan menurut petunjuk ilahi. Rasulullah SAW juga bersabda ; ”Sesungguhnya Allah Maha Indah, Allah suka keindahan, Allah maha baik”.  Namun ketiganya dalam karya-karya yang saya wujudkan bukan semata-mata menghadirkan lafal Al-Qur’an yang mudah dibaca atau sekedar tulisan kaligrafi Arab sebatas tulisan belaka, melainkan suatu penyatuan unsur-unsur psiko palstis dan ideo plastis sebagai cita pembahasan bentuk kaligrafi yang dijiwai oleh firman-firman ilahi, ujar Syaiful menguraikan.

Melalui karya-karyanya Syaiful Adnan sejak tahun 1978 hingga kini telah puluhan kali berpameran di dalam maupun luar negeri dalam iven-iven besar regional, nasional bahkan internasional seperti di Jeddah dan Riyaad (Arab Saudi), Jepang, Hong Kong, Singapura, Thailand, Brunei Darusalam, Malaysia dan lainnya. Diantara karya-karya masterpiece yang dihasilkannya terdapat sejumlah kepala negara yang menjadikan lukisannya sebagai koleksi, baik koleksi negara maupun pribadi, diantaranya Dr. Mahatir Muhamad dan Museum Negara Malaysia, Presiden Republik Islam Pakistan, Zia Ul Haq, Sultan Halsanah Bolkiah (Brunei Darusallam) serta sejumlah orang penting dunia seperti Dr. Karel A Steenbrink (AS), Mr. Dieter Amsler (Canada). Di dalam negeri kolektor karya Syaiful Adnan tercatat antara lain Istana Negara RI, H. Adam Malik (alm), Ny. Jend AH. Nasution, Ir. Azwar Anas, H. Alamsyah Ratu Prawiranegara, Dewi Montik Pramana serta banyak lagi.

Tidak Terhipnotis Budaya Sekuler

Yang menarik pula ditengah-tengah bertaburan persoalan finansial karya-karya seni rupa saat ini baik di Indonesia maupun di sejumlah negara yang memiliki kecendrungan mengoleksi karya-karya dari Indonesia, justru Syaiful Adnan ternyata tidak terhipnotis dengan budaya sekuler.

Menurut pandangan saya, sambung Syaiful lagi, menekuni seni lukis kaligrafi Islam tidak sepatutnya didasari tujuan duniawi, baik untuk ketenaran, meraup materi maupun alasan lainnya. Yang penting bagaimana kemampuan berolah seni lukis kaligrafi membuat seseorang makin dekat dengan Allah SWT dan Rasulnya kemudian mampu mengolah lukisan kaligrafi Islam menjadi sajadah panjang yang menuntun penikmatnya kedalam keesaan Allah SWT dengan segala bentuk ciptaan-Nya di muka bumi ini, ujar Syaiful Adnan yang saat ini juga menjadi salah seorang dewan hakim (khat) Daerah Istimewa Yogyakarta itu, mengakhiri pembicaraan. (Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.