Seniman Seni Rupa “Urang Awak” di Yogyakarta dan Bandung Mengungkap Ude-ide Tradisional Menonjolkan Volume Plastis dan Deformasi Obyek

by -
Sederetan Karya Syahrizal Koto

Catatan : Muharyadi (Bagian Kedua)

Keberadaan seniman patung sama halnya seniman seni rupa lainnya, jelas mengabdi pada kehidupan manusia dimana ia berada, bermukim dan kemudian berkarya.

Seniman seni rupa – termasuk seni patung –merefresentasikan karya-karyanya ke publik dapat menentukan gerak, langkah bahkan perkembangannya di tengah-tengah masyarakat. Lazimnya para seniman seperti sudah menjadi pameo lama bahwa kerap kali menjadikan alam sebagai guru seniman atau dalam bahasa asing disebut “Natura Artis Magistra”.

Menurut teori seni patung merupakan perwujudan yang paling kongkrit yang dapat diterima oleh indera manusia karena keutuhannya, mengingat tidak ada sudut yang tidak luput dari pengamatan. Sekecil apapun tidak ada yang tersembunyi seperti juga teori yang pernah dikemukakan Herbert Read, bahwa ; “seni adalah kesatuan utuh yang serasi dari semua elemen estetis seperti garis, ruang, warna yang berbaur dalam suatu kesatuan (unity) bentuk”.

Hal ini pulalah melatarbelakangi pematung “urang awak” yang namanya berada pada deretan papan atas seni patung Indonesia, Syahrizal (61 th) yang bermukim dan berkarya di Yogyakarta.

Menurut sang maestro pematung nasional Edhi Sunarso sekaligus guru tempat menimba ilmu bagi Syahrizal di Yogyakarta, biasanya dalam berkarya seharusnya tidak lagi menghiraukan tentang aliran/kecendrungan penggayaan.

Sederetan Karya Syahrizal Koto

Yang penting ia harus berkarya dengan jujur sesuai kesenangan hatinya. Karena itu wajar kalau karya-karya Syahrizal dinilai bertolak dari kepuasannya seperti terdapat dalam beberapa periode karya-karyanya terlihat berbeda dengan periode sebelumnya.

Karya-karya patung Syahrizal alumni INS Kayutanam, SMSR (SMKN4) Padang dan ISI Yogyakarta melalui berbagai pameran nasional bahkan disejumlah negara, termasuk ditempat kediamannya, Griya Meijing Lor, Gamping, Ambar Ketaang, Sidoarum, Sleman Yogyakarta, terlihat karya-karyanya masuk dalam arus seni patung moderen di tanah air yang bertitik tolak yang mengungkap ide-ide tradisional dengan menonjolkan volume plastis, mendeformasi bagian-bagian vital dari obyek atau figur dan lainnya.

Lihat obyek patung kuda disejumlah periode karya-karya dari bahan perunggu, sosok ibu dengan kasih sayang yang tidak pernah putus dan beberapa obyek lain terasa kental mewarnai periodesasi karya Syahrizal.

Bahkan kurator seni rupa, Suwarno Wisetrotomo, pernah mengatakan karya-karya patung Syahrizal diakui memang tidak sedang berurusan dengan fakta-fakta, melainkan dunia dalam atau alam bathin dibalik fakta-fakta berupa obyek yang terbentang dihadapannya guna menstimulasi penikmat untuk lebih merenung yang berangkat dari berguru kepada alam.

Dalam catatan kita, keseriusan seniman dalam mengamati, mengenali, dan membaca bagaimana kebudayaan bergerak sangat dibutuhkan. Seorang seniman dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup agar mampu membaca dengan baik perubahan kebudayaan yang semakin dinamis.

Disinilah hal-hal yang bersifat kognitif untuk menafsir gejala-gejala alam, sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan melengkapi penciptaan karya seni.

Sementara itu, gerak kebudayaan yang semakin dinamis, cepat, dan kompleks dipicu oleh perkembangan pemikiran filsafat yang tidak lagi mengacu pada kekuatan dan dominasi teori-teori besar yang memihak kebenaran tunggal.

Pemikiran dan ukuran kebenaran tidak mutlak satu, dan di sisi lain juga menyebabkan kerancuan, ambiguitas, dan paradoksal nilai. Pemikiran ini pula yang kemudian mendorong terjadinya eksplorasi tema dan bentuk-bentuk artistik, tidak terkecuali pada karya-karya Syahrizal. (Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.