Sri Andani Komut PT.Bukit Pembangkit Inovative; Penuh Perjuangan FABA Bukan Limbah Berbahaya

by -

Sri Andani Komut PT.Bukit Pembangkit Inovative; Penuh Perjuangan FABA Bukan Limbah Berbahaya

SEMANGATNEWS.COM– Untuk meyakinkan pemerintah saja memerlukan waktu, pengorbanan dan perjuangan yang panjang. Padahal kita tahu pemerintah itu adalah organisasi terlengkap dengan memiliki labor dan pakar yang handal. Apa yang tak bisa mereka lakukan?

Itulah benang merah yang diutarakan Sri Andini, Komisaris Utama PT Bukit Pembangkit Inovative, saat di daulat menjadi satu-satunya pembicara Webinar yang hadir secara offline di PWI Pusat, Jumat 09/04.

PWI Jaya menyelenggarakan Webinar dengan judul “Mengoptimalkan Manfaat FABA untuk Pembangunan Ekonomi”, yang juga dihadiri Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari sekali memberi sambutan sedangkan pembukaan oleh Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Wiluyo Kusdwiharto secara virtual.

Dalam kesempatan itu, Sri Andani sedikit terbawa haru, dengan suara serak menyampaikan liku-liku perjuangannya hingga pemerintah mau mengakui bahwa limbah atau abu batubara tidak berbahaya.

Adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Dengan demikian, sebut Sri Andani, FABA, yang lebih populer dengan sebutan limbah atau abu batu bara, adalah menjadi primadona baru dalam pengembangan industri nasional. Sehubungan dengan itu, pemerintah diminta untuk segera membuat petunjuk teknis (juknis) pemanfaatan FABA, katanya.

PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Berdasarkan lampiran 14 PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash.
FABA, akronim dari fly ash dan bottom ash, merupakan produk sisa dari pembakaran batu bara. Batu bara yang dibakar itu menghasilkan produk sisa berupa material-material yang ‘terbang’ dan ‘terendapkan’, yang terbang itu disebut fly ash, yang mengendap di bawah bottom ash.

“Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia mengapresiasi dukungan jajaran PWI atas legalitas yang didapat FABA sebagai limbah yang tidak beracun, sebagaimana sudah ditetapkan oleh pemerintah,” ucap Wiluyo Kusdwiharto, tatkala membuka secara resmi acara ini seraya menyapa jajaran pimpinan PWI Provinsi yang juga hadir secara daring.Diskusi menarik ini dipandu oleh Brigita Manohara, presenter TvOne.

Webinar Forum PWI Jaya Series “Mengoptimalkan Manfaat FABA untuk Pembangunan Ekonomi” diselenggarakan di tengah meningkatnya perhatian tentang daya guna dari limbah batu bara tersebut.
Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah dan Irmanto, wakil ketua bidang kesra PWI Jaya yang juga ketua panitia kegiatan Forum PWI Jaya Series ini hadir secara offline di gedung PWI Pusat.

Dari penjelasan Ketum MKI Wiluyo Kusdwiharto, FABA kini semakin menjadi tumpuan untuk mendukung pengembangan industri. Termasuk industri berat, misalnya di sektor pertahanan. “FABA tak hanya untuk dijadikan bahan paving-block atau batako, tetapi juga untuk industri-industri berat seperti bandara, atau konstruksi lainnya,” jelas Ketum MKI Wiluyo Kusdwiharto.

Komisaris Utama PT PT Bukit Pembangkit Innovative, Sri Andini menegaskan, tidak ada satupun negara di dunia yang mengkategorikan FABA sebagai limbah B3 namun sebagai limbah saja.

FABA dinegara lain, kata dia, telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Sejauh ini, jelas Sri Andini, pihaknya sudah melakukan uji laboratorium untuk melihat kandungan material yang ada dalam FABA.

Melakukan pemilihan pemanfaatan yaitu sebagai bahan baku pembuatan semen, pembuatan batako, penurunan air asam tambang di PTBA, penggunaan sebagai material pengeras jalan dan pembuatan gipsum.

Saat ini baru dua metode pemanfaatan yang dijalankan yaitu sebagai bahan baku semen baturaja dan pembuatan batako (mesin dan peralatan sudah ada di lokasi).

Bahkan, kata Sri Andini, pemanfaatan limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) untuk campuran beton bisa menghemat anggaran infrastruktur sebesar Rp4,3 triliun.

Sementara Nani Hendiarti mengatakan, FABA dari PLTU dan kegiatan atau industri lainnya yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dikategorikan sebagai Limbah Non-B3.
Oleh karena itu, kata Nani, penghasil FABA tetap dikenakan kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah Non-B3, dan dilarang melakukan kegiatan tertentu (seperti mencampur dengan Limbah B3 atau membuang FABA ke TPA).

Bentuk pengelolaan Limbah Non-B3 atas FABA, kelas Nani, harus tertuang dalam dokumen persetujuan lingkungan. Pemerintah, kata dia, tetap mengawasi ketaatan penghasil FABA atas ketentuan dalam persetujuan lingkungan, yang merupakan dasar penerbitan perizinan berusaha PLTU.

Terhadap FABA yang telah ditetapkan sebagai Limbah Non-B3, Nani mengatakan, pemerintah mendorong pengelolaannya melalui pemanfaatan untuk mendukung pembangunan.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Dr.Ir. Nani Hendiarti, M.Sc, mengutarakan legalitas FABA sebagai bahan baku pembangunan dan pengembangan industri.

Dari pemaparan Dr.Eng.Januarti Jaya Ekaputri, ST, MT, di banyak negara FABA sudah berpotensi menjadi primadona baru dalam pengembangan industri.

Di Indonesia, menurut Dosen ITS yang gigih melakukan penelitian terkait manfaat FABA ini, potensi abu batu bara juga semakin besar.

Ia bahkan mengibaratkan limbah batu bara yang tidak termasuk bahan beracun berbahaya (B3) tersebut sebagai Cinderella yang tidak dirindukan.

“FABA ini seperti Cinderella yang sedang menunggu pinangan seorang pangeran,” ungkap Januarti Jaya Ekaputri yang biasa disapa Yani memastikan, FABA merupakan limbah padat tak beracun, bahkan di banyak negara limbah ini sudah memberikan manfaat ekonomis bagi warganya.

Yani menegaskan, penelitian yang dilakukannya selama ini, FABA setidaknya dapat menghasilkan bahan konstruksi alternatif yaitu menggantikan tanah liat dengan fly ash sebagai bahan pembuatan batu bata merah untuk perusahaan batu bata.

Yani menegaskan, pemanfaatan limbah nonB3 ini sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan limbah nonB3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidi”zed Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi pengganti semen pozzolan.

Yani menguraikan, FABA juga memenuhi persyaratan teknis sebagai material yang digunakan untuk produksi material bangunan, mengurangi polusi dan mengurangi ruang landfill. “Selain untuk bahan konstruksi bangunan, FABA juga dapat dimanfaatkan untuk perkebunan dan peternakan. Dan semua itu sudah saya ujicoba sendiri,” kata Yani.

Di beberapa negara, kata dia, FABA juga telah dimanfaatkan sebagai material konstruksi seperti untuk campuran semen dalam pembangunan jalan, jembatan, dan timbunan, reklamasi bekas tambang, serta untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Bahkan tingkat pemanfaatan FABA di negara-negara itu sudah cukup tinggi, berkisar antara 44,8 persen – 86 persen
Pengamat masalah lingkungan, Prof.Dr.Ir.H.Fachrurrozie Sjarkowi, M.Sc, menyatakan, geliat FABA sekarang ini menumbuhkan peluang sekaligus tantangan.

Akademisi dari Unsri, Palembang, memaparkan beberapa hasil risetnya yang berhubungan dengan FABA. Hasil risetnya, antara lain, melegitimasi material FABA dapat dimaanfaatkan untuk pengembangan lingkungan. “Material FABA tidak berbahaya,” tegas Fachrurrozie.

“Pemanfaatan FABA untuk bidang manufaktur dan infrastruktur memang tidak diragukan lagi,” tegas Fachrurrozie. Tetapi, untuk bidang pertanian, masih harus dilakukan riset dan penelitian panjang.(bn/zln)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.