Sarapan Ala Urang Awak dan Komunikasi Lapau

by -

Sarapan Ala Urang Awak dan Komunikasi Lapau

Semangatnews, – Ada beberapa hal yang membedakan sarapan di Padang dengan daerah-daerah lainnya. Bukan sekedar cita rasa makanan, tapi lokasi mereka untuk sarapan itu sendiri.

Biasanya di Padang orang-orang, khususnya kaum prianya akan memilih duduk di Lapau (warung) untuk menyantap sarapan paginya. Biasanya mereka akan memilih sarapan katupek (lontong) ditemani segelas minuman kopi/teh/teh talua (teh telur). Perbedaan mendasar katupek dengan lontong, adalah cara pengemasannya. Jika katupek dibungkus dengan daun kelapa, sedangkan lontong dengan plastik. Biasanya, menurut saya katupek lebih harum dan rasanya lebih lezat😁😁😁.

Minumannya bisa juga teh talua. Teh telur atau teh talua merupakan salah satu minuman khas Padang. Adukan antara teh dengan telur ayam kampung atau telur bebek. Biar tidak amis, sebelum dikocok/diaduk, putih telur harus dibuang agar baunya tidak amis.

Membuatnya gampang. Kuning telur ditambah dengan gula secukupnya, kemudian diaduk merata. Kemudian tuangkan teh kental dengan air panas. Jangan lupa tambahkan sedikit susu dan perasan jeruk nipis. Teh bisa juga diganti dengan kopi. Namanya kopi telur😁😁.

Makanannya biasanya katupek. Gulainya macam-macam. Ada cubadak (nangka) pakih/paku (pakis), dll. Kuah gulainya terbuat dari santan dan bumbu rempah-rempah. Biasanya kuah gulainya lebih pekat, karena santannya lebih banyak dibanding lontong daerah lain.

Semuanya disantap di lapau. Kaum laki-laki, baik tua maupun muda di Sumatera Barat umumnya, mempunyai cara tersendiri untuk bersosialisasi yaitunya duduak di lapau, (Duduk di warung Kopi).

Lapau menjadi sarana mereka untuk berinteraksi, berdiskusi, dan bersosialisasi antara satu dan lainnya. Jika tidak pernah duduk di lapau, seringkali dicap sebagai masyarakat yang kurang bergaul dengan lingkungannya. Jadi, biasanya pria minang di pedesaan khususnya, kebanyakan akan memilih minum pagi di lapau, dibandingkan di rumahnya.

Banyak positifnya duduk di lapau. Sebagai contoh dimana penulis lahir dan dibesarkan di salah satu desa di Kab. Padang Pariaman. Tepatnya Balai Satu, Nagari Lubuk Pandan, Kec. 2 x 11 Enam Lingkung. Disini mayoritas bekerja sebagai peternak ikan.

Salah satunya, lapau menjadi tempat interaksi dan bertukar informasi terkait perdagangan ikan. Jika ingin mencari informasi terkait ketersediaan bibit ikan, sarapanlah di lapau. Tidak hanya itu, lapau juga menjadi sarana komunikasi, antara satu dan lainnya. Urang rantau setibanya di kampung, biasanya juga pergi ke lapau, untuk bersilaturahmi dengan masyarakat lainnya.

Salah satu menu favorit penulis jika pulang kampung adalah katupek gulai paku/pakih/pakis, ditambah kerupuk ubi, plus satu gelas teh talua. Saking lezatnya, rasanya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Jauh kalah dengan makanan siap saji yang ada di kota-kota😁😁.

Uniknya lagi, satu porsi katupek sangatlah murah. Ada yang 2 ribu, 3 ribu, dan juga ada 5 ribu. Teh telor juga 8 ribu. Teh atau kopi juga hanya 2 ribuan.

Di kampung penulis, ada lapau yang usianya sudah puluhan tahun. Mungkin sejak 1975-an, atau sekitar 45 tahun sudah lapau itu berdiri. Sedari kecil, sebelum sekolah SD, penulis sudah diajak oleh Alm Abak (ayah) untuk duduk di lapau itu. Alhamdulillah, pemiliknya sampai saat ini dalam usia 73 tahun masih sehat wal’afiat melayani konsumennya.

Nama lengkapnya Nursiah. Sehari hari dipanggil etek ciah. Rasanya katupek gulai pakunya masih lezat seperti dulunya. Menurut penulis, belum ada yang menyaingin buatan etek CiahπŸ˜πŸ‘πŸ‘πŸ‘.

Hari ini, bersama salah seorang perantau yang baru pulang dari Perawang (Riau), berkesempatan duduk di Lapau Etek Ciah. Masih seperti dulu. Bisa bersilaturahmi dengan banyak orang, serta bisa menyantap katupek paku/pakih dan teh talua dengan cita rasa yang tiada duanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.