Palupuh Perlu Bangkitkan Kembali Populer Kopi Terenak

by -

Semangatnews, Bancah Laweh – Diawal tahun 1980 an di Palupuh masih populer dengan tanaman kopi, cengkeh dan kulit manis namun seiringnya waktu ketiga tanaman seakan-akan hilang dari daerah ini.

Hal ini diungkap Zulbahrial Pakia Sati dari kaum Pili Nan Salapan ketika ditanya semangatnews.com disela-sela kegiatan doa dan salawatan keluarga besar kaum Datuk Panduko Marah, Sabtu malam (8/6/2019).

Zulbahrial juga menyatakan, kopi dari dahulu amat cocok di daerah palupuh ada banyak dimiliki oleh masyarakat Palupuh sebagai tanaman untuk kebutuhan sehari-hari karena rata-rata masyarakat Palupuh amat menyukai minuman kopi ini.

Sampai-sampai dikenal minum kopi kawa daun, khas aromanya yang menyegarkan jika badan terasa penat dan letih, ujarnya.

Dari literatur berita yang ada, kopi di Kabupaten Agam sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu, atau sekitar abad ke-18. Kala itu masyarakat telah memanfaatkan daun kopi untuk minuman, yang dikenal dengan sebutan kopi daun.

Penikmatnya disebut dengan “melayu kopi daun.”Sampai sekarang, kebiasaan minum daun kopi tersebut dikenal dengan sebutan “kawah daun”atau dilafalkan menjadi “kawa daun”, dimana tempat atau wadah/kawah minumnya juga khas dengan tempurung kelapa yang sudah dibersihkan.

Kawa daun ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat.Masyarakat pecinta kopi bisa mendapatkannya di kedai-kedai kopi di Agam, Bukittinggi, Tanah Datar, dan Payakumbuh.

Berdasarkan cerita yang berkembang turun temurun di tengah masyarakat, sejarah minum kawa daun ini lahir dari peristiwa tanam paksa kopi oleh penjajah Belanda. Karena biji kopi harus dijual kepada Belanda, masyakarat yang ingin menikmati kopi hanya bisa menyeduh daunnya saja.

Namun pakar sejarah dari Universitas Andalas, Prof. Gusti Asnan memiliki pendapat, lahirnya kopi kawa daun ini. Menurutnya, kebiasaan meminum kawa daun sudah dilakukan masyarakat Minang jauh sebelum kedatangan Belanda ke Ranah Minang.

Kopi telah tumbuh subur sebelum Belanda datang ke pedalaman Minangkabau. Masyarakat Minang sendiri baru menyadari bahwa biji kopi ini bernilai tinggi di akhir abad ke-18, sejak saudagar Amerika datang membeli biji kopi.

Bibit kopi yang ada di Sumatera Barat, menurut sejarah, awalnya dibawa oleh haji dari Arab yang pulang dari Mekkah dengan jenis kopi arabica.

Perkembangan tanaman kopi di Sumatera Barat awalnya di daerah Agam dan sekitarnya, yang memiliki geografis cocok dengan jenis tanaman itu.

Kopi Luwak Palupuh, Andrea, turis asal Swiss mencoba menyangrai biji kopi luwak organik , di Rumah Kopi Luwak Palupuh, Nagari Koto Rantang, Kec.Palupuh, beberapa waktu lalu (antara.com)

Industri rumahan kopi luwak Palupuh tersebut diminati turis mancanagara dan telah diekspor ke beberapa negara di Eropa karena rasanya yang khas dan masih diolah secara tradisional dengan mengumpulkan biji kopi dari luwak (musang) liar di hutan, dijual Rp200 ribu per 100 gram.

Zarliman, S.Pth Dt. Panduko Marah seorang ninik mamak Palupuh dalam kesempatan lajn juga menyampaikan, perlu kembali masyarakat Palupuh kembali menanam kopi sebagai produk khas idola daerah.

Selain mampu mesejahterakan juga tanaman ini tidak perlu perawatan khusus, tanah dan lingkungan amat cocok.

Dengan kopi ini diyakini Palupuh akan menjadi inspirasi kesejahteraan masyarakatnya. Selain harga yang membaik juga kopi Palupuh telah menjadi pilihan masyarakat dunia saat ini.

Benua Amerika, Australia dan Eropah sangat merindukan enak dan khasiat kopi Palupuh yang harum dan enak, ajaknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.