Catatan Perjalanan Syafruddin AL ke Manama (1): Berkunjung ke Kota Tanpa Kabel

by -

CATATAN REDAKSI: Selama seminggu pada akhir September lalu, wartawan www.apokaba.com Syafruddin AL berkesempatan mengunjungi Kota Manama, Ibu Kota Kerajaan Bahrain di Timur Tengah. Selain menjalankan misi kebudayaan dan promosi wisata bersama Kementerian Pariwisata dengan membawa Tim Kesenian Gastarana Bukittinggi, naluri jusnalistiknya juga merekam berbagai peristiwa dan kenangan, termasuk masalah TKI di luar negeri, khususnya di Timur Tengah. Berikut catatan perjalanannya.

Dalam dua penerbangan terpisah, rombongan misi kebudayaan dan promosi Kementerian Pariwisata RI bertajuk “Festival Wonderful Indonesia in Bahrain” yang dipimpin Kepala Bidang Perjalanan dan Pengenalan Pasar Eropa, Timur Tengah, Amerika dan Afrika, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara, Kementerian Pariwisata, Ny. Rita Sofi Abdul Haris, mendarat Senin dinihari (25/9) di Bandara Internasional Bahrain. Meski jelang subuh, udara menyengat di suhu 36 derjat celcius terasa menerpa muka begitu kami keluar dari Bandara menuju bis yang akan mengantar rombongan ke penginapan.

Gedung Manama Trade Centre sebagai ikon Kota Manama

Suhu yang panas kian terasa ketika pukul 10.00 pagi kami diundang technical meeting oleh Duta Besar RI di Manama, Nur Syahrir Rahardjo di kantornya, Indonesia Embassy yang berjarak 30 menit perjalanan dengan bis dari penginapan kami di Sanabis, tengah Kota Manama. Begitu turun dari kendaraan, kami pada berloncatan untuk masuk ruang lobby gedung kedutaan untuk menghindari suhu di luar ruangan yang saat itu masih di atas 40 derjat celcius.

“Suhu sekarang sudah jauh berkurang ketimbang musim haji lalu yang mencapai 55 derjat celcius. Ubun-ubun ini terasa mau melepuh bila berada di bawah terik matahari,” kata salah seorang staf Kedubes yang menyambut kami di pintu gerbang.

Pada September dan Oktober ini, cuaca di Timur Tengah umumnya sedang dalam peralihan. Suhu akan terus menurun pada November hingga Maret nanti. Akan menjadi lebih dingin hingga 8 derjat celcius. Pada saat itulah warga kota akan banyak keluar rumah di siang hari. Pada musim panas, warga hanya akan berpindah pindah dari suatu ruangan ke ruangan lainnya yang memiliki Air Conditioner(AC).

Di Manama, atau Timur Tengah pada umumnya, kata Dr. Sutan Emir Hidayat Thaib –putra dari Pewaris Kerajaan Pagarruyung, SM. Taufiq Thaib—yang mengajak kami jalan-jalan mengelilingi Kota Manama di malam hari hingga ke perbatasan Bahrain-Arab Saudi di Causeway, di musim panas ini aktivitas warga memang hanya di dalam ruangan. Jarang sekali ada orang berkeliaran di jalanan, kecuali buruh bangunan.

Kendaraan yang bersileweran dengan tertib menyusuri jalan-jalan di Kota Manama yang umumnya lurus-lurus dan relatif lebar, umumnya memiliki CC yang tinggi, di atas 3.0. Sebab di kala parker pun kadang mesin tidak dimatikan dan AC-nya tetap menyala. Kalau tidak, kita tak kuat masuk kendaraan yang dipastikan akan sangat panas sekali walaupun ditinggal beberapa menit saja.

Kendaraan jenis sedan dan mini bus umumnya keluaran Jepang yang diproduksi di berbagai Negara di Asia, termasuk dari Indonesia. Jenis kendaraan Toyota dalam berbagai merek adalahbuilt up dari Indonesia. “Meski stirnya ada di kiri, itu adalah mobil Jepang buatan Indonesia,” kata Emir, salah seorang ahli perekonomian syariah yang sejak sepuluh tahun lalu mengajar di University College of Bahrain.

Kota Tanpa Kabel

Meski terasa gersang dari pepohonan, Kota Manama tetap nampak cantik dengan gedung-gedung yang tinggi menjulang dengan arsitektur modern. Tak ada kesan sebagai kota kuno peninggalan penjajahan. Satu-satunya yang mungkin peninggalan penjajahan spanyol yang masih ada, adalah bunker-bunker dekat Museum Bahrain. Sebelum harga minyak turun, kata Emir, pembangunan di Kota Manama terasa begitu gesit.

Penataan kota Manama memang nampak begitu indah. Pembangunan kawasannya pun dibarengi dengan infrastruktur yang sudah tertata rapi. Nyaris tidak ditemukan kabel yang menjuntai seperti umumnya kota-kota di Indonesia. Semua kabel listrik, telpon dan lainnya tertanam rapi dalam tanah. Slot-slotnya pun sudah disediakan bagi bangunan baru di setiap sudut kota.

Hal lainnya, jalanan begitu rapi dan bersih dari pedagang kaki lima dan spanduk-spanduk yang menggantung di ruang terbuka. Malah, sisi kiri dan kanan jalan hanya dihiasi oleh pohon kurma. Itulah satu-satunya pohon penghijau di dalam kota.

Bersama Sutan Emir Hidayat (kanan)

Menurut sejarahnya, Bahrain telah menjadi salah satu persimpangan jalan komersial paling penting di Teluk selama lebih dari 4.000 tahun. Kata Bahrain berarti ‘dua lautan’ dalam bahasa Arab yang menunjukkan bagaimana posisi geografis negara tersebut.

Sebagai tanah peradaban kuno Dilmun, Bahrain yang berada di ‘ketiak’ daratan Qatar telah lama menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan timur dan barat. Negara ini, meski ketersediaan minyaknya kian menipis, mendapat keutungan dari posisinya di pusat jalur perdagangan Teluk dan industry selam mutiara yang kaya. Bahrain adalah negara Teluk pertama yang menemukan minyak pada tahun 1932. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.