Sang Maestro Seni Lukis Kaligrafi Islam Indonesia “Syaiful Adnan” Pernah Ditolak Berpameran Saat Jadi Siswa SSRI (SMSR/SMKN 4) Padang

by -
Syaiful Adnan sang Mesro Lukisan Kaligrafi Indonesia

SEMANGATNEWS.COM – Nasib, peruntungan, maut maupun jodoh tak bisa ditebak oleh manusia dalam hidupnya. Karena semuanya sudah diatur dan berada di tangan Allah SWT, kita sebagai insan ciptaan-Nya tinggal menjalani. Demikian yang dialami sang maetsro seni lukis kaligrafi Islam urang awak Syaiful Adnan (63 th) saat pertama kali ingin mengikuti pameran di kota Solok dekat tanah kelahirannya, tahun 1972 silam.

Betapa tidak, setamat dari SMP Imam Bonjol Saniangbaka, Solok tahun 1972 saya melanjutkan pendidikan seni rupa ke SSRI Padang (SMSR/SMKN 4) Padang, jurusan seni lukis (1973). Baru beberapa bulan mendapat pembinaan di jurusan seni lukis SSRI Negeri Padang, pada suatu kesempatan sebagai siswa pemula kebetulan ada kegiatan pameran seni rupa di kota Solok.

Sebagai siswa dan kebetulan merasa sebagai tuan rumah dilandasasi semangat menggebu-gebu saya berkeinginan ikut pameran tahun 1973, tapi sialnya keinginan saya  ingin ikut berpameran ditolak Hasnul Kabri kepala sejolah SSRI Negeri Padang saat itu. Beberapa hari kemudian Pak Hasnul Kabri memberi izin saya untuk ikut pameran, mengingat saya masih kelas I jurusan seni lukis saat itu.

Syaiful Adnan, Karunia-Nya, Akrilik, 160×130 cm, 2018

Demikian sang maestero pelukis kaligrafi Islam Indonesia, Syaiful Adnan (63 th), menceritakan sejarah pengalamannya menekuni dunia seni lukis yang mulai dirintisnya sejak menempuh pendidikan di SSRI Negeri Padang kepada semangatnews.com, dikediamannya Rumah Kaligrafi “Syaiful Adnan”, RT 03/RW 19, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta, Senin (1/3/21).

Menurut Syaiful Adnan kelahiran Saniangbaka, Solok, Sumatera Barat. 5 Juli 1957 itu, rupanya pengalaman saya ditolak oleh Pak Hasnul Kabri itu, artinya agar saya siap mental dan benar-benar serius dan kreatif untuk selalu berkarya meskipun baru kelas satu di SSRI Negeri Padang, sekaligus juga untuk memotivasi para siswa seangkatan saya agar selalu kreatif dan penuh semangat berkarya.

Pengalaman menarik lainnya, dalam kondisi serba terbatas saya saat masih kelas dua jurusan seni lukis bersama 4 siswa lain yang khusus mendapat tugas keluar sekolah untuk melukis ke lembah anai. Namun karena keterbatasan transportasi dan isi kantong saya begitu siap melukis akhirnya kami pulang berjalan kaki berlima sambil menenteng sejumlah karya lukisan, tetapi sesampainya di Kayutanam alhamdulillah kami mendapat tumpangan untuk meneruskan perjalanan sampai ke Padang saat itu, jelas Syaiful Adnan ketawa geli seraya mengenang masa lalunya.

Namun semua yang saya alami dan teman-teman seangkatan itu, tak sedikit pun kami berkecil hati atas berbagai peristiwa dan dinamika yang saya alami dengan teman-teman semasa bersekolah di SSRI/SMSR Negeri (sekarang SMKN 4) Padang, karena selain dalam bentuk tugas sebagai sebuah pertanggungjawaban sebagai siswa, juga melatih sikap mental dalam berseni rupa, terutama mengerjakan seni lukis saat ini.

Syaiful Adnan, Kekuasaan-Nya, Akrilik, 150×150 cm, 2019

Sungguh, pengalaman saya di SSRI Negeri Padang saat itu sangat dirasakan bagaimana guru-guru kami di sekolah dengan begitu piawai memberi pelajaran seni lukis yang menjadi pondasi atau cikal saya untuk tetap eksis dan setia menekuni dunia seni lukis, hal ini pun saya rasakan ketika melanjutkan ke pendidikan ASRI Yogyakarta beberapa tahun kemudian sampai saya lulus perguruan tinggi tahun 1982 silam, kenang Syaiful Adnan.

Menyinggung perjalanan kariernya selama 43 tahun lebih digeluti sang maestro ini, menurut Syaiful Adnan, dalam pertumbuhan dan perkembangan seni lukis moderen di tanah air, seni lukis kaligrafi Islam diakui tidak sedahsyat seni lukis secara umum. Karena selain pelukisnya harus memahami dunia seni lukis baik secara fisik, non fisik juga harus di back up penguasaan isi Al-Qur’an serta makna-makna yang terkandung di dalamnya kemudian mampu menulis khat seperti gaya Thuluth, Naski, Muhaqqaq, Raihani, Riqai, Taqwi atau Magribi yang masing-masingnya memiliki karakter.

Menurut Syaiful melukis bagi dirinya lebih didasari kesadaran kulturalnya dengan menempatkan kaligrafi sebagai pilihan guna merefresentasikan memori pribadi dan memori kolektif yang menyenangi dan mendalami kaligrafi sebagai pilihan kerja lukis melukis dalam bahasa rupa ranah estetis artistik didasari pemahaman kuat terhadap aspek-aspek elementer berupa garis, warna, bidang, ruang, komposisi dan lainnya dengan mengolah ayat-ayat suci Al-Qur’an menjadi tampilan baru karya seni lukis.

Mengetengahkan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai tema sentral sebagai bentuk refresentasi atas tauhidiah (keyakinan tentang keesaan Allah) dan zikir sebagai konsekwensi dari tauhid. Hal yang terpenting, lukisan-lukisan juga merupakan ekspresi zikir visual, membaca dan mewujudkan terus menerus tentang ayat-ayat Allah, ujar Syaiful Adnan seraya memperlihatkan sejumlah lukisannya.

Syaiful Adnan, La Haula 2, Akrilik, 120×120 cm, 2019

Sementara pengamat dan kurator seni rupa, Muharyadi, yang kerap menulis Syaiful Adnan di berbagai media massa persisnya sejak kegiatan pameran seni lukis kaligrafi Islam MTQ Nasional ke 13 di Sumatera Barat tahun 1983 silam ketika disinggung perjalanan sang maestro kaligrafi Islam ini menyebutkan, melukis bagi Syaiful Adnan lebih didasari kesadaran kulturalnya dengan menempatkan kaligrafi sebagai pilihan guna merefresentasikan memori pribadi dan memori kolektif yang menyenangi dan mendalami kaligrafi sebagai pilihan kerja melukis dalam bahasa rupa ranah estetis artistik didasari pemahaman terhadap aspek-aspek elementer berupa garis, warna, bidang, ruang, komposisi dengan mengolah ayat-ayat suci Al-Qur’an menjadi tampilan baru karya seni lukis.

Sebagai perumpamaan, tak seperti dunia seni lukis moderen, jumlah pelukis kaligrafi Islam dalam peta seni rupa di Indonesia yang tetap eksis berkarya, berpameran dan berkarya lagi dapat dihitung dengan  jari. Satu diantaranya adalah Syaiful Adnan (63 th) pelukis urang awak yang kini bermukim dan berkarya di Yogyakarta sejak puluhan tahun silam.

Kecuali AD Pirous, kini dosen seni rupa paling senior di ITB Bandung, pelukis kaligrafi Islam lainnya yang karya-karyanya berada pada papan atas kaligrafi Islam tanah air tercatat nama Prof. Dr. Ahmad Sadali, Fadjar Siddik, Amang Rahmang dan Amri Yahya, kesemuanya kini telah tiada. Kelangkaan pelukis kaligrafi Islam di tanah air itu, menjadikan nama Syaiful Adnan tercatat sebagai salah satu pelukis yang masih tetap eksis dan bertahan menekuni kepelukisan kaligrafi Islam di tanah air bahkan ke sejumlah negara belahan dunia berpenduduk muslim, ujar Muharyadi menambahkan.

Bahkan dalam keseriusan Syaiful Adnan untuk mendirikan rumah kaligrafi “Syaiful Adnan” di Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta itu, menandakan ia benar-benar tak henti memikirkan dunia seni lukis kaligrafi Islam di tanah air, selain tetap melahirkan karya-karya terbaik setiap ruang dan waktu. Sejak berdirinya rumah kaligrafi Syaiful Adnan di Yogyakarta beberapa waktu lalu, sedikitnya 80 karya dua dan tiga dimensi diperkuat dengan sejumlah karya-karya lain teman Syaiful Adnan. Rumah kaligrafi ini bebas dikunjungi masyarakat karena dibuka untuk umum, jelas Muharyadi menambahkan. IM/ZL (Bersambung)

Laporan : Imelda Ekawati/Zaref Lina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.