Kemegahan Rumah Gadang Balai Nan Duo Payakumbuh Simbol Kekuasaan Sutan Chedoh Kini Mulai Mengkhawatirkan

by -
Kemegahan Rumah Gadang Balai Nan Duo Payakumbuh Simbol Kekuasaan Sutan Chedoh Kini Mulai Mengkhawatirkan
Kemegahan Rumah Gadang Balai Nan Duo Payakumbuh, Sumatera Barat sebagai Simbol Kekuasaan Sutan Chedoh masa lalu kini mulai mengkhawatirkan. – Foto : Muharyadi --

Catatan Kecil : Muharyadi

PADANG, SEMANGATNEWS.COM – Rumah gadang Balai Nan Duo Koto Nan IV, Payakumbuh, Sumatera Barat ini dibuat berarsitektur kolaborasi sedemikian rupa ini ternyata bukan hanya sebatas rumah gadang biasa yang lazim ditemui di Minangkabau selama ini, tetapi merupakan rumah gadang sebagai simbol kekuasaan dari Sutan Chedoh.

Dibangun sejalan pendirian Masjid tertua di Godang Balai Nan Duo itu sebagaimana dilansir dari buku berjudul Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia seperti ditulis Abdul Baqir Zein didirikan tahun 1840. Dari sejumlah rumah gadang yang ada Minangkabau, salah satu rumah gadang yang masih dapat dinikmati kemegahannya adalah Rumah Gadang Balai Nan Duo dengan nomor inventaris 07/BCB-TB/A/03/2007.

Kehadiran Rumah Gadang Balai Nan Duo ini tidak terlepas dari peran dari Sutan Chedoh ketika menjabat regent atau pengawas Kota Payakumbuh sebagaimana ditulis Rusli Amran dalam buku Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang berkenaan kesediaan membantu Belanda dalam melawan kaum Paderi.

Selain regent, Sutan Chedoh juga merupakan seorang Penghulu Andiko di Nagari Koto Nan Ompek. Ia memiliki nama kecil Chedoh bergelar Datuk Mangkuto Simarajo dari Suku Koto. Sementara nama sultan diperoleh sebagai bentuk penghargaan dari Belanda terhadap jasa-jasanya saat itu.

Rumah gadang bertipe Gajah Maharam dan terbesar di wilayah Payakumbuh saat ini sekaligus juga menjadi simbol kekuasaan Sutan Chedoh yang salah satu fungsinya sebagai tempat mengendalikan roda pemerintahan.

Untuk pembangunannya butuh biaya yang besar. Mengingat posisi Sutan Chedoh yang juga seorang regent dengan gaji yang cukup besar maka tidak tertutup kemungkinan bahwa pembangunan rumah gadang ini dibiayainya sendiri.

Rumah gadang ini dalam beberapa kali telah dilakukan proses pemugaran dengan bentuk bangunan tetap mempertahankan bentuk aslinya.

Semua bahan yang digunakan sesuai arsitektur aslinya merupakan kayu yang digabungkan menggunakan pasak, kecuali tangga terbuat dari batu dilapis semen. Rumah gadang bertipe Gajah Maharam ini menjadi rumah gadang terbesar di Payakumbuh yang pembangunannya didasari mufakat dengan bentuknya didasari kedudukan penghulu dalam adat Minangkabau mengingat rumah gadang merupakan simbol kebesaran dari sebuah kaum.

Hal yang menariknya Sutan Chedoh yang juga regent bergaji besar saat itu, maka tidak tertutup kemungkinan untuk pembangunannya dibiayainya sendiri.

Kini rumah gadang monumental itu, menjadi salah satu saksi sejarah akan kemegahan dan keindahannya sebagai bentuk kejayaan pemilik di masa lalu yang perlu dijaga dan dilestarikan akan keasriannya yang tentunya tidak terlepas dari perhatian serius pihak Pemerintah dan semua pihak yang berkepentingan mengingat kondisi Rumah gadang Balai Nan Duo nya kini telah menua dan rentan yang dikhawatirkan dapat roboh yang seketika. (***)

Catatan Redaksi
Muharyadi, Penggiat Seni Rupa, Kurator dan Jurnalis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.